Penguluran untuk Kebinasaan : Istidraj
Teman-temanku, mungkin kita menjadikan harta kekayaan sebagai tolak ukur kesuksesan. Begitulah sifat manusiawi, melihat apa yang tampak dan lupa pada hakikat yang tidak dilihat padahal dapat dirasakan.
Di sebuah sekolah, ada seorang siswa yang sama. Ia adalah siswa yang bandel, tidak mendengarkan guru saat di kelas, sering terlambat, sering ikut tawuran, sering bolos tanpa alasan.
Ada dua opsi yang bisa dilakukan untuk menyikapi siswa tersebut.
Perlakuan pertama yang diberikan oleh sang guru adalah memberikan teguran, menghukumnya saat upacara bendera, memanggil orangtuanya ke sekolah, membuat surat pernyataan, membersihkan toilet, dan hukuman lainnya.
Perlakuan kedua yang diberikan oleh sang guru adalah memberinya apresiasi, piagam penghargaan, beasiswa, piala, sepatu baru, dan hadiah lainnya.
Apa yang akan terjadi pada siswa tersebut pada opsi yang pertama?
Jika yang kedua?
Ketahuilah teman-temanku, hal seperti itu serupa dengan istidraj. Suatu keadaan saat seseorang tidak lagi dipedulikan dengan yang sebenarnya oleh Allah. Lantas ia diberikan dengan segala apa yang ia cintai dari kehidupan dunia. Kelimpahan harta yang begitu banyak yang ia peroleh semata-mata untuk membuatnya semakin larut, semakin dalam, semakin tenggelam dalam perbuatan buruknya.
Sebaliknya, ketika seseorang diberikan berbagai kenikmatan dunia beserta dengan segala apa yang ia cintai dari itu, manusia cenderung lupa, merasa aman-aman aja, dan tidak pernah merasa bahwa ia telah berbuat suatu kesalahan.
Dan ketika ia telah sampai pada puncak kenikmatan, ia merasa pada saat itu merupakan kondisi yang paling nikmat, yang ia belum pernah rasakan sebelumnya, maka ketika itu pula semua kenikmatan tersebut dicabut dan selesai sudah.
“Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kamipun membukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka; sehingga apabila mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka dengan sekonyong-konyong, maka ketika itu mereka terdiam berputus asa.” (QS. Al An’am: 44)
Comments
Post a Comment