̶A̶p̶a̶k̶a̶h̶ Pendidikan Penting ̶?̶




Presiden Republik Indoensia, Ir. Soekarno, pernah menyampaikan pidato yang berjudul,
“Djangan sekali-kali meninggalkan sedjarah!”
Kita yang tidak tau banyak tentang sejarah mungkin juga tak asing dengan peristiwa bom atom di Jepang. Bom atom yang dijatuhkan oleh pasukan sekutu di Kota Hiroshima dan Kota Nagasaki. Dalam hitungan menit, dua kota itu dan sekitarnya hancur porak poranda sehancur-hancurnya. Jepang yang tak berdaya pun akhirnya menyerah kepada sekutu.

Kala itu, pimpinan Jepang, Kaisar Hirohito mengumpulkan pasukannya yang tersisa. Yang menjadi fokus perhatiannya saat itu adalah berapa jumlah guru yang tersisa. Pendidikan, ia sangat memperhatikannya. Ia sadar bahwa di masa yang akan datang, bangsanya akan semakin hancur dengan hancurnya pendidikan. Oleh karena itu, yang dilakukannya setelah hancurnya kota adalah mendata berapa banyak guru atau tenaga pengajar yang tersisa. Yang darinya dapat lahir generasi yang dapat membangun kembali bangsanya.

Satu hal yang dianugerahkan kepada manusia dan tidak ada pada makhluk hidup lainnya di muka bumi adalah akal. Satu hal yang menjadikan manusia menjadi sangat berbeda dengan yang lainnya.

Ibarat sebuah pisau. Semakin diasah, semakin tajam. Dibilang bermanfaat juga belum tentu, tergantung bagaimana pisau itu digunakan. Sebagian menggunakannya untuk memotong daging dan sayur-sayuran, sebagian lagi menggunakannya dalam kegelapan untuk mendapat sebuah kendaraan bermotor.

Dengan apa akan diisi, dengan itulah ia dipenuhi. Oleh karena itu, tidak bisa hanya sekedar mengisi. Tapi mengisi dengan sesuatu yang pantas sehingga bisa membuahkan perilaku yang baik dalam keseharian.

Dulu, bertahun-tahun sebelum Indonesia merdeka, rakyat pribumi hampir tidak memperoleh pendidikan. Memang ada, tapi pendidikan itu sangat terbatas, hanya diperoleh mereka yang bukan “orang-orang biasa.” Masyarakat Indonesia saat itu hanya dijadikan alat untuk mengolah hasil bumi. Yang hasil bumi itu sendiri hanya sedikit yang mereka rasakan, bahkan sebagian besar diberikan penuh kepada para penjajah yang lebih terdidik. Rakyat dipekerjakan tanpa upah, rakyat dibebankan pajak atas hasil panen di atas tanahnya sendiri. Itu semua terjadi pada masa penjajahan.

Sampai akhirnya, pimpinan kerajaan Hindia Belanda saat itu, Ratu Wilhelmina, merasa perlunya melakukan balas budi kepada bangsa jajahannya. Lahirlah kebijakan “politik etis” atau politik balas budi. Rakyat berhak untuk memperoleh irigasi, transmigrasi, dan edukasi.

Dalam pelaksanaannya, kebijakan itu dijalankan. Hanya saja, ada saja oknum, sampai pelaksanaannya pun ditujukan untuk kepentingan penjajah.

Irigasi yang seharusnya untuk perkebunan rakyat Indonesia, justru dialihkan untuk kebun-kebun milik pemerintah Hindia Belanda. Transmigrasi penduduk Pulau Jawa, justru dilakukan ke Sumatera dan Suriname, yang merupakan daerah-daerah yang membutuhkan buruh-buruh perkebunan. Edukasi dilakukan, tapi dilakukan untuk mendidik siswanya supaya menjadi tenaga kerja administrasi di perusahaan-perusahaan swasta dan pemerintahan Hindia Belanda.

Dibukanya akses pendidikan, akhirnya menjadi pelita. Rakyat biasa pun diberikan akses pendidikan meskipun dengan fasilitas yang berbeda. Para pemuda tersebut akhirnya bersentuhan dengan berbagai ilmu pengetahuan baru. Para pemuda itu mendapat pengaruh dari pendidikan barat yang memberikan pelajaran bahwa,

Kemerdekaan suatu bangsa tidak akan tercapai selama bangsa Indonesia masih terpecah belah dalam aliran, suku, maupun agama.

Sampai akhirnya, ada beberapa pemuda yang berperan penting dalam tumbuhnya kesadaran nasional. Mereka adalah Johannes Leimena (23), Amir Sjarifuddin (21), Mohamad Roem (20), Mohammad Yamin (24), dan W.R. Soepratman (25).

Dari situlah, terjadi gerakan oleh para pemuda hingga terbentuk Kongres Pemuda I dan II dan dihasilkan Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1928 sebagai wujud kesatuan dan tanda awal kebangkitan Indonesia melawan penjajah untuk mewujudkan kemerdekaan.

Sebegitu pentingnya pendidikan, sampai jika ada sedikit celahnya saja yang terbuka, maka penjajah perlu mempersiapkan diri akan konsekuensinya.
Sekarang, setelah merdeka, pendidikan menjadi sesuatu yang wajib diperoleh setiap warga negara. Seperti yang tertuang dalam UUD pasal 31 ayat 1,

“Tiap-tiap warga negara berhak mendapat pendidikan.”

Bagaimana dengan pelaksanaan penyelenggaraan pendidikan saat Indonesia sudah berusia 74 tahun ini? Apakah tiap warga negara telah memperoleh haknya? Apakah bangsa Indonesia merasa penting untuk memperoleh pendidikan?

Semoga bangsa kita merdeka dengan merdeka yang sebenar-benar merdeka. Tidak ada lagi penjajahan karena masyarakatnya adalah masyarakat yang memperoleh pendidikan.
Merdeka!

#DiseminasiKhususAMI2020 #AkuMasukITB2020 #AMI100TahunITB #MenjelajahiNegeriBersamaAMI

Comments

Popular Posts