Pandemi#1 - Dari Rumah
Pembelajaran daring benar-benar membosankan. Berawal di Maret 2020 yang saat itu kondisinya sedang sangat hype di kampus karena baru kembali dari Ekspedisi DK (https://indirwanarya.blogspot.com/search/label/Diseminasi%20Khusus) dan muncak ke Gunung Ciremai. Tanpa diduga, yang tadinya hanya sekadar kabar berita dari Wuhan, kini virus itu sudah tiba di tanah air. Ini dia si virus, yang meluluhlantahkan perekonomian, mencegah perkumpulan, melarang belajar di kampus dan sekolah, sholat jumat ditiadakan, tidak boleh keluar rumah, sampai kerja di luar rumah dilarang.
Namun, pandemi ini membawa keajaiban. Seolah sebagai katalis bagi setiap orang untuk lebih dekat dengan teknologi. Semua kita dipaksa mengusahakan apapun lewat online. Kerja online, belajar online, nongkrong online, main online, bahkan katanya ada kegiatan pengmas/KKN online juga. Kami pun melewati beberapa media untuk kuliah online: Skype, google meet, zoom, ms. teams, via chat di grup whatsapp, bahkan dari freecall di line. Acara wisuda kampus yang sangat meriah pun dengan prosesi arak-arakannya dilakukan secara online -sampai wisuda mendatang, wisokto 2021 sepertinya juga masih online :")
![]() |
Arak-arakan wisuda terakhir, Wisokto 2019 |
Sebagai mahasiswa biasa di kampus, yang sering sekip kegiatan himpunan, saya semakin hilang dalam kondisi ini. Sudah tidak tahu lagi ada kegiatan apa malam ini sehabis kuliah, kecuali ada yang minta konfirmasi kehadiran lewat japri. Tahun 2020 bagi angkatan 2017 jika diibaratkan seperti waktunya bunga sedang berbunga semekar-mekarnya, sewangi-wanginya, selebat-lebatnya. Sebab kali ini merekalah yang akan memegang tongkat estafet kepemimpinan dalam sebagian organisasi di kampus, termasuk himpunan dan unit (baca: ekskul) yang kuikuti. Dalam masa-masa sebelum pandemi, satu amanah yang cukup besar diamanahkan padaku. Seiring berjalannya waktu, kehidupan pandemi di rumah menenggelamkanku sehingga harus memundurkan diri darinya. Itu adalah satu dari dua kegagalan terbesarku dalam menjalankan amanah. Semoga sahabatku memaafkan dan Allah mengampuniku. Di sisi lain, ternyata banyak dari temanku yang berhasil menjalankan tugasnya hingga akhir masanya. Mereka yang bertahan memegang amanah dalam kondisi ini sangat patut diapresiasi, mereka tetap bersikeras menghidupkan organisasinya di tengah kepelikan kehidupan pandemi, siapa pun kalian, kalian keren!
Waktu berlalu, pemberitaan covid yang paling mencekam pun mulai mereda.
Mereka datang membawa kebahagiaan. Tidak ada yang mengundang mereka tiba-tiba datang. Rumah ini seperti rumah mereka. Tidak segan untuk masuk, mengambil makanan, menyetel televisi, menangkap ikan di kolam, bahkan bermain di kamar.
Sebagai orang lama yang sudah lama tidak kembali, rumah terasa berbeda. Hal-hal kecil itu menumbuhkan kebahagiaan. Tidak ada didapati hal seperti itu di kamar kosan. Sehari-hari kamar kosan hanya menjadi tempat berbaring dan kegiatan kamar lainnya. Hanya kesendirian yang ingin didapatkan ketika di kamar. Yang dengan itu diri merasa benar-benar beristirahat dari kegiatan sehari-hari.
Rasanya istirahat
tidak harus selalu tentang berbaring di atas kasur atau menyepi di dalam kamar.
Pancaran kepolosan dan kelucuan dari hadirnya anak-anak di sekitar menghadirkan kebahagiaan tersendiri di tengah-tengah jenuhnya kegiatan.
Kebahagiaan kecil itu juga mengistirahatkan.
Memang kita perlu
beristirahat. Dengan istirahat, kita akan menjadi lebih kuat untuk melanjutkan
perjalanan. Dalam pengerjaan tugas akhir sarjana ini, saya tidak hanya belajar
banyak tentang topik yang saya bahas di dalamnya. Bahkan mungkin lebih banyak
belajar tentang hal-hal lain yang lebih dibutuhkan.
Tentang sabar dan tidak
terburu-buru, sebab dalam pengerjaan tugas akhir ini yang lebih jadi perhatian
mungkin bukan hanya sekadar selesai namun juga selesai dengan baik karena ini
adalah tugas yang paling akhir dan akan selalu ada revisi jika hanya terburu-buru.
Tentang berjuang, berusaha
membangunkan jiwa dari rasa malas yang selalu muncul saat ingin memulai
pengerjaan dalam hal membaca, menulis, dan lainnya. Berjuang untuk menurunkan
ego dan ingat bahwa diri ini lemah. Tetap selalu berjuang
semampunya meskipun berada dalam kondisi titik terendah kehidupan sekalipun.
Tentang menghargai waktu
dan kesehatan, meskipun dalam banyak kondisi saya ingin waktu sangat cepat
berlalu dan dalam kondisi lain saya ingin waktu agar berhenti berjalan. Biarkan
waktu berlalu jika dalam kegiatan baik dan jangan pernah menyesalinya karena dengan
sebab itu waktu pengerjaan tugas akhir menjadi sempit. Mungkin saja dari
kebaikan-kebaikan itu kita menjadi dimudahkan ke depannya, kan? Selagi ada
waktu dan sehat, ajak semangat untuk ikut membersamai mereka. Kenapa tidak
semangat demi melihat senyum Ibu dan Bapak yang melihat anaknya menyelesaikan
sidang sarjana?
Tentang bersandar, kemana kita menggantungkan harapan. Dalam kondisi yang membuat kita merasa sangat-sangat lemah yang hanya bisa berusaha sebisanya dan menyerahkan hasil pada Yang Maha Kuasa semata. Padahal seharusnya prinsip itu selalu ada dalam setiap kondisi kehidupan.
Comments
Post a Comment