Timur#7 - Kedinamisan di Lembata
Sebagai penanggung jawab selama di Pulau Adonara, informasi terakhir yang kudapatkan kapal terakhir yang menuju ke Pulau Lembata adalah pukul 14.00 WITA. Namun, karena kondisi sekolah yang sangat tidak memungkinkan untuk menyelesaikan roadshow, kami harus mengundur waktu keberangkatan. Sampai akhirnya, Pak Misbun menemukan keberangkatan kapal pukul 16.00 WITA.
Pak Cornelis mengajak kami ke warung makan bakso. Senang sekali, tapi mau bagaimana, waktu tak tersisa banyak barang makan semangkuk bakso, Pak Cornelis mampu meredam dirinya hingga melepas keberangkatan kami. Ia menyewakan sebuah oto untuk mengangkut barang dari rumah Pak Misbun dan mengantar langsung ke Pelabuhan Waiwerang.
Jika kami benar-benar mentari seperti nama tim kami, Mentari Timur, mungkin kami akan menahan pergerakan matahari untuk menghentikan waktu demi bernapas sejenak setelah selesai roadshow, bahkan bermain di pantai. Tapi tak apa, itu keseruan yang terjadi di Mentari Timur, siklus itu terus terjadi di Larantuka, Adonara, Lembata, bahkan Alor. Selesai roadshow kurang lebih tiga jam, langsung lari-lari ngejar kapal dan pesawat!
Kami tiba di Pelabuhan Lewoleba saat laut dan langit mulai gelap. Sebuah mobil sudah menunggu kami sejak tadi, kata istrinya, Pak Yos sedang tidak enak badan jadi tak bisa ikut menjemput.
Sepanjang roadshow berjalan, Pak Yos sangat setia menemani kami. Mulai dari mengantar ke setiap sekolah, padahal saat itu kami dibagi dua tim, Pak Yos mengantar dengan motornya dan kami duduk manis di dalam mobil rekannya. Saat roadshow berlangsung, Pak Yos ikut masuk ke ruangan dan ikut duduk di depan, ikut memperhatikan penjelasan. Pak Yos kadang ikut menambahkan penjelasan atau sekedar memberi penekanan atas beberapa hal penting, kadang juga mencairkan suasana dengan gaya lawakan khasnya. Kalau kami ITB, ia menyebut siswa di Lembata sebagai LBT, haha, terlalu banyak bercandaan Pak Yos dengan gaya bapak-bapaknya.
![]() |
Ini kondisi lagi panik abis |
Meskipun Pak Yos beragama kristen, ia sangat menghargai kami sebagai tamunya. Kami dianggap seperti anaknya sendiri, apalagi Aul yang sempat mendapat tawaran langsung, hahaha. Ia hanya tinggal dengan istrinya di rumah. Dua anaknya di pulau seberang. Yang pertama bekerja di sebuah rumah sakit di Kupang, yang satu lagi sekolah di Maumere sana. Mungkin, kedatangan kami mengingatkan ia dengan anak-anaknya yang tak tiap waktu sempat pulang ke rumah karena terlampau jauh di pulau seberang.
![]() |
Buanyak banget makanan yang dibawain, sampe ada ayam sama ketupat! Ga tega harus di buang di kapal karena udah mulai tercium aroma tidak sedap. Maap Bu Yos yang udah cape masakin :( |
Seperti Kak Ida di Larantuka, Pak Yos juga memelihara babi di sebelah kamar mandi. Setiap orang yang membantu kami sangatlah ramah. Selang-seling, Kak Ida di Larantuka dan Pak Yos di Lembata yang kristen. Pak Misbun di Adonara dan Pak Irwan di Alor yang muslim. Perbedaan suku, bahasa, dan agama tak menjadi batas silaturahmi. Apapun latar belakang kami, niat baik seperti selalu menembus batas-batas kesulitan atas bantuan Allah.
Rencana keberangkatan kapal yang tinggal menyeberang satu selat. Pulau Alor yang persis di sebelah Lembata. Kabar ditiadakannya jadwal kapal bahkan baru kami ketahui J-5 jadwal kapal. Aul yang menjadi penanggung jawab di Lembata sangatlah panik. Meskipun ia tetap bisa mengendalikan dirinya dengan baik di roadshow berikutnya. Padahal dipikirannya pasti sangat kacau. Momen ini lah yang penuh keajaiban, pertolongan Allah sangat terlihat jelas di sini...
Kapal Ferry yang sebelumnya akan mengantar kami mendadak dibatalkan. Sampai akhirnya, Pak Yos mencari alternatif lain. Ternyata kami harus kembali ke Larantuka, pulau pertama. Dengan kapal kecil ke Pelabuhan Boleng di Adonara. Pak Misbun lagi-lagi membantu kami dengan mencarikan oto sewaan. Sebab, Pelabuhan Boleng berada di sebelah timur pulau, sedangkan kapal yang membawa kami ke Larantuka ada di Pelabuhan Tanah Merah, di ujung barat pulau. Jalanan lengang, oto melaju sangat cepat selama satu jam lebih.
![]() |
Semua drop, kepala pusing abis, sambil ngobrolin orang-orang Adonara bareng Pak Misbun dan Om Sam (kanan) |
Di seberang sana, Om Toni sudah menunggu di rumah dinasnya. Dia sangka, kami menyebrang lewat pelabuhan Larantuka. Mendengar kabar kami yang melalui selat di Pelabuhan Tanah Merah. Paniklah ia. Saat itu, menjelang maghrib dan hujan deras. Selama perjalanan, yang akan dinaiki ini entah bisa disebut kapal atau bukan, sangat kecil untuk disebut kapal dengan kapasitas sekitar 10 orang.
Gaada yang tau sebentar lagi bakal melewati ganasnya selat ini |
Kami, yang tak tahu apa-apa, nampak biasa saja. Berbeda dengan Om Toni yang paham, tentu ia amat panik. Dengan kapal sebesar Kapal Ferry yang saat itu dibatalkan, sedangkan perahu kami kali ini? Bahkan arus air laut yang ada di selat ini sangat besar. Seberapa besar? Seperti di cuplikan vidio dua menit yang diunggah Watchdoc Image dalam Ekspedisi Indonesia Biru-nya.
https://www.youtube.com/watch?v=cNzjCVCs8zc
Om Toni adalah pegawai di BPJS, Aul mendapatkan kontaknya setelah berkomunikasi dengan ayahnya yang juga bekerja di BPJS -kemanapun kita, selagi ada kantor BPJS, insyaAllah aman, haha. Saat itu juga, setelah di jemput di pelabuhan, kami langsung menuju tempat penjualan tiket kapal pelni yang akan berangkat tepat besok pagi pukul 7.00 WITA.
![]() |
Si Kharits kampret yang bangunin gua tidur buat eval malem, dia malah tidur, dan gajadi eval |
Comments
Post a Comment