Tepi#2 - Tiga T Tengah Kota
Kalo diliat-liat waktu pertama kali dateng ke sekolah, nothing special, kayak sekolah yang lain yang ada di sini. Ya wujudnya sama aja kayak SD-SD di kota sebelahnya Ibukota Jakarta, Bekasi. Gedung? Oke. Bahkan ada satu gedung yang baru dibangun dan udah jadi, tingkat dua. Maksudnya, sekolah apa sih yang disasar program ini? “daerah 3T.” Yang diinget cuma “daerah 3T.”
Bertemulah kami dengan Bu Ria,
Kepala Sekolah. Merasa udah tau tempat dan jaraknya yang dekat, jadi santai aja…
Eh, ternyata terlambat, yang lain udah pada dateng. Waduh, baru pertama udah
telat aja, sama persis kalo lagi dapet kelas pagi di semester baru, haha… Eh,
ternyata ada lagi yang terlambat. Bu Kepsek baru dateng karena satu dan lain
hal. Berarti saya belum terlambat dong, kan judulnya mau ketemu Bu Kepsek, iya
nggak?
Bu Ria cerita gimana kondisi
sekolah di masa pandemi. Siswa, guru, kegiatan belajar, dll. “Kalau ini, programnya
bagaimana ya?”, katanya. Apa ya? Saya juga bingung sih sebenarnya karena gak
ngikutin materi-materi persiapan sebelumnya, kebetulan waktu itu pas lagi deket
UTS – Ah, alasan. “Maksudnya, apakah sekolah akan diberikan program dari
kalian, atau sekolah yang memberikan tugas ke kalian?”, katanya lagi. Kalau
kata Pak Hendar, Pak Dosen Pembimbing Lapangan, sebetulnya kami di sini hanya
mengikuti arahan dari sekolah. Kegiatan apa yang ingin dilakukan sekolah, nanti
kami bantu. Kami juga gak bisa ujuk-ujuk memberikan suatu program ke
sekolah karena nanti balik lagi dengan kondisi dan kebutuhan sekolah, gitu.
Pak Abdul, Koordinator
Sekolah, langsung membagi tugas. Berhubung pas ada enam orang, jadi satu orang
ditugaskan buat mendampingi kegiatan belajar di setiap kelas 1 sampai 6. “Aryo,
kamu di kelas 3 ya.”, tunjuk Pak Abdul secara random. “Kamu nanti mendampingi
Bu Asdkhakf dan Bu Skjhfkjadhf.” Siapa Pak?? Punten, gak kedengeran. “Besok
kita akan ketemu langsung sama setiap wali kelasnya masing-masing.” Yaudahlah,
besok aja kenalan waktu ketemuan…
Di hari pertama, baru ketemu Bu
Iis, wali kelas 3B. Ternyata kelas 3 ada dua, masing-masing ada sekitar 40
siswa – gak kebanyakan kan?. Ternyata Bu Iis ini orangnya asik, seperti biasa kalau
lagi ngobrol sama orang, saya lebih banyak menyimak. Bu Iis cocok dengan saya,
saya tanya sedikit, beliau jawab panjang dan detil. Ceritanya mulai dari
kondisi siswa lulusan yang gak bisa baca sampai guru yang hampir gak pernah dateng
ke sekolah. “Oh, jadi gitu.”
![]() |
Ruang kelas tiga |
Jangankan disamakan dengan
sekolah lain yang rata-rata belajar daring lewat aplikasi Zoom atau Google
meet. Kondisi di sini ternyata sedikit berbeda dari sekolah di sekitarnya.
Apalagi untuk ukuran di Bekasi. Seluruh kegiatan belajar dilakukan dari grup WA.
Setiap hari, ada tugas yang diberikan guru. Siswa absen dan tugas dikumpulkan
setelah satu materi selesai. Orangtua datang ke sekolah untuk mengumpulkan tugas
yang dikerjakan di buku. Terus begitu. Bukan cuma gak dapet materi langsung
dari guru, seperti normalnya kalo sekolah luring, tapi juga gak ngikutin
kegiatan hari ini ngapain. Dijelaskan materi di sekolah waktu kondisi normal
aja masih banyak yang belum paham, apalagi dengan kondisi begini.
“Kalau Fikri gajelas kemana,
Pina juga. Putri katanya gak ada hp, kalau Putri yang satunya ada hp tapi gak
pernah laporan. Si Aldi katanya pindah sekolah, tapi raportnya gak diurus dan
gak diambil-ambil. Rifki? Dia gak punya hp.”, cerita Bu Iis tentang kondisi
siswa di kelasnya. “Ada dua Putri sama Aldi tuh, yang masih belum bisa baca. Itu
cuma di kelas saya, kalau di kelas 3A lebih banyak lagi.”, cerita lagi Bu Iis
dengan sangat terbuka. Kelas 3 belum bisa baca? Emang normalnya anak bisa baca
di kelas berapa sih? Terus gimana cara ngerjain tugasnya kalo gabisa baca? “Ya,
saya juga bingung ya, harusnya kan kalo baca mah digembleng di kelas 1.
Jadi di kelas berikutnya udah pada bisa baca.”, kata Bu Iis pake gaya bicara
orang gabus.
Oke, cukup menarik. Cuma
beberapa kilometer dari rumah ternyata udah bertemu hal-hal begini. Selama ini
kalo ketemu bocil-bocil sekitar rumah kelihatan oke-oke aja. Dari sekitar
10 guru yang mengajar, 2 diantaranya sudah PNS. Sisanya? Sisanya masih
berstatus sebagai guru honorer. “Saya juga masih honorer, Kak.”, kata Bu Iis.
Dia bilang sudah 3 bulan uang bulanannya belum cair. Meskipun siswa
belajar dari WA, setiap guru tetap harus datang ke sekolah. Kenapa? Harus
absen. Khusus buat yang masih sama dengan Bu Iis, mereka datang sekitar jam
08.00 WIB dan baru pulang sekitar jam 11.00 WIB, terkadang lebih (tergantung
konsisi ya, Bu?....).
Gak kerasa, udah mau jam 11.00
WIB, Bu Iis udah beres-beres. Sebelum pulang, foto bareng dulu yok, Bu. Hehe.
![]() |
Bu Syifa sama Bu Fitri ikutan foto, makasih Bang Ajid! |
Comments
Post a Comment