Tepi#4 - Penghargaan Pahlawan
Tepat beberapa menit yang lalu, seisi rumah ini bergemuruh. Adik saya, sudah mendapatkan jalannya. Alhamdulillaah, ia termasuk bagian seratus ribu dari tujuh ratus ribu pendaftar UTBK yang lolos seleksi masuk perguruan tinggi. Dia memang agak berbeda dengan saya. Layar laptop dibuka ditengah keluarga dengan penuh canda tawa, hahaha. Begitulah dia. Jauh sebelum itu, banyak bahasan apa yang bakal dia lakukan kalau-kalau tahun ini belum berkesempatan untuk kuliah. Berdagang, jalan-jalan, sampai menghilang sempat terlintas dipikirannya. Saya ucapkan selamat atas pencapaiannya dengan bertambahnya usia di tahun ini. Dan, semangat untuk menempuh jalan barunya, Bro!
![]() |
Ini ronde 2, sebelumnya makan bakso |
Berkuliah memang menjadi mimpi
banyak orang. Tak banyak yang berkesempatan untuk mencicipi rasanya duduk di
perguruan tinggi, apalagi kampus negeri. Jangankan mencicipi, sekadar berangan-angan
saja kadang tak berani. Padahal, dalam hati sangat ingin melanjutkan studi – seperti
beberapa anak yang kutemui di bagian timur Indonesia kemarin.
Memang negeri ini tak seperti
negara-negara di Eropa sana, yang katanya pendidikan sangat murah sekali. Kalau
ada anak negeri yang melanjutkan studi di sana, yang menjadi pikiran mungkin
bukan biaya studi, tapi biaya hidup dan makan sehari-hari. Bagaimana di negeri
ini? Alhamdulillaah, pemerintah sudah banyak memberikan bantuan dan
beasiswa melalui Kementerian Ristek-Dikti. Ada Beasiswa Unggulan bagi mereka
kalangan pintar dan berprestasi. Ada juga untuk mereka yang kurang mampu secara
ekonomi dengan Besiswa KIP atau Bidikmisi. Sayangnya, sepertinya informasi ini
belum sampai ke banyak orang di perkotaan sampai pelosok-pelosok negeri. Jadi
jangan salah, kalau pendidikan tinggi masih dilihat oleh sebagian orang bukan untuk
yang orangtuanya nelayan atau petani. Salah satu teman akrab saya sendiri di
kampus, bapaknya adalah seorang petani di Tegal, Jawa Tengah. Alhamdulillaah,
kami tinggal selangkah lagi menyelesaikan studi sarjana ini – doakan kami
ya :’)
![]() |
Kamu fotoin aku atau mamahmu sih? |
Setelah menjelang pukul 11.00 WIB, Bu Iis segera pulang dan melanjutkan aktifitas di rumah. Ternyata selain mengajar di sekolah, beliau juga mengajarkan anak-anak di rumah pribadinya. Muridnya juga tak hanya yang dekat-dekat. Sepertinya memang Bu Iis ini ahli kalau masalah mengajar anak-anak, terutama dalam mengajar membaca atau calistung. Katanya juga ada buku untuk belajar membaca di rumahnya. Keren banget, Bu! Sebenernya kalau ada waktu, saya pengen belajar cara mengajarkan anak-anak membaca juga, Bu…
Saya nggak tahu persis sih,
apakah menjadi seorang guru sekolah menengah atau menjadi dosen di perguruan
tinggi lebih mudah jika dibandingkan menjadi seorang guru sekolah dasar. Yang
pasti, masing-masing pasti punya ceritanya sendiri, suka duka, dll. Tapi, baru
kali ini saya berhadapan langsung dengan siswa sekolah dasar, terutama kelas
bawah, yang isinya masih pada bocil. Jujur, bagi saya, sangat sulit
membimbing siswa yang belum bisa membaca untuk mengerjakan sebuah soal pilihan
ganda – yailah ya. Baru beberapa menit, terasa goresan air berkali-kali melewati
punggung, hadeuh geurah pisan.
![]() |
Olivia |
Menjadi guru ternyata tidak
mudah. Sulit. Apalagi mengajarkan anak-anak yang sama sekali belum punya basic
membaca dan berhitung. Kalau balasan di akhirat sudah tidak perlu lagi
ditanyakan. Betapa besar pahala yang mengalir untuk Bapak dan Ibu guru. Setiap
anak yang tumbuh besar akan mengalirkan pahala untuk mereka – membaca dan
berhitung kegiatan yang setiap saat dilakukan bukan?
Hanya saja, kadang sebagian
dari kita kurang bisa lebih menghargai jasa guru-guru kita. Baru masuk SMP,
sudah lupa nama guru SD. Baru masuk SMA, sudah tak menyapa jika berjumpa guru
SMP – karena lupa nama juga. Begitu seterusnya. Yang lebih-lebih lagi adalah
tentang mereka-mereka yang sama-sama seorang guru, tapi berbeda perolehan
haknya karena masih berstatus sebagai guru honorer. Meskipun beban yang
diterima sama, bahkan bisa jadi lebih berat – dari guru pegawai negeri sipil – tapi
tidaklah sama nilai yang diterima. Ya, memang sih, secara riwayat pendidikan mungkin
belum sarjana. Atau belum lolos seleksi yang dibuka kementerian sebagai pegawai
negeri.
Begitulah. Sadar atau tidak,
mereka adalah pahlawan juga. Katanya sih, pahlawan tanpa tanda jasa. Memang
hasilnya belum kelihatan satu atau dua tahun. Setelah si anak tumbuh dewasa, berhasil,
berpengaruh di lingkungan, dan bermanfaat bagi sekitar, barulah kelihatan. Katanya
juga sih, bangsa yang besar itu bangsa yang menghargai jasa para pahlawannya.
Semoga Allaah selalu memperbaiki kondisi negeri ini, memberikan petunjuk
dan membimbing pemimpin menjadi pemimpin yang cinta dengan bangsa dan
masyarakatnya… aamiin
Jauh sebelum hari ini, dulu gimana ya waktu saya sedang belajar membaca :')
Bu Iis, Bu Lulu, Bu Syifa, Bu Fitri, Bu Nanda, Bu Restu, Pak Abdul, Bang Ajid, Bu Ria, adik-adik kelas 3A dan 3B, serta wali murid kelas 3... Terimakasih banyak atas pelajaran singkat yang sudah diberikan...
![]() |
Gak asik ah abis makan langsung pada pulang, ga lengkap :') |
![]() |
Sampai jumpa di lain waktu dan kesempatan gaes, terimakasih banyak ya, maaf kalau aing sering sekip dan salah hehe |
Comments
Post a Comment