Safarnama#1 - Jakarta

Pukul 15.15 aku pergi meninggalkan Pasar Senen. Waktu sangat cepat berlalu. 

Pulo Gadung, Pondok Bambu, sudah kulalui. Dan kini Tambun Utara. Aku masih ingat masa-masa kecilku dulu, tiba-tiba. Saat tadi keretaku melintasi lapas cipinang. 

Aku lihat raut wajahku yang sangat ceria tanpa beban kehidupan sedang dibonceng motor gl max oleh ayah dengan seragam putih hijau ala SD islam nurul iman. Ayahku sering membawaku berkeliling. Ibuku bilang, biasanya aku berdiri di antara bapak dan ibuku saat naik motor. Melewati jembatan. Melihat mobil truk, bemo yg biru, dan metro mini yg jingga. 

Aku seperti melihat semuanya, saat kejadian itu terjadi. Padahal satu minggu atau satu bulan yg lalu mungkin aku lupa dengan berbagai kegiatan dan kejadian yg berlalu. Tp masa kecilku seperti kemarin sore.

Ayahku yg mengajarkanku bersepeda. Aku menutup mataku saat bersepeda karna melihat sinetron di tv saat seorang supir menutup matanya hingga akhirnya aku masuk ke dalam got dekat kontrakan. Wku bermain bola sendirian di depan kontrakan dengan bola balon dan berulang kali harus memanjat pagar kontrakan karena bolanya masuk ke kebon. 

Tidak terbayang olehku, betapa polos, betapa bersih pikiranku, dan betapa liar kelakuanku saat itu. Tapi itu adalah fase hidupku yg paling kunikmati sampai saat ini. Bahkan tersimpan segar dalam ingatanku.

Kebiasaanku dulu adalah memanjat tiang-tiang masjid dengan dua kaki yg melebar setinggi-tingginya. Juga balap lari dengan temanku. Dan aku sering mencari bola baseball yg terlempar keluar dinding sekolah. 

Jakarta. Semuanya terjadi di sana. Aku sangat mencintai ayah dan ibuku saat aku berada di Jakarta dan melihat sekeliling. Jalan-jalan, pepohonan, pedagang, dan cuaca. Betapa baiknya mereka berdua saat mengurusku di waktu kecil.

Lama sekali sudah. Sekarang usiaku 20. Tepat 20! Fase kehidupan yg aku paling terombang-ambing di dalamnya. Aku kehilangan semuanya. Orangtua, adik, saudara, dan teman-teman. Aku hidup seorang diri. Suka menyendiri. 

Sangat sering aku mengabaikan orang-orang terdekatku. Ayah, ibu terutama. Ayah, aku hapal betul gaya bicaranya yg basa-basi kepadaku denhan tujuan sekedar aku bersuara di rumah. Ibu, bertingkah lucu sambil memijat-mijat badanku sambil bernyanyi riang gembira. Baik sekali mereka pada diriku. Padahal aku sangat jutek dan merasa lebih hebat dari mereka berdua. Bodohnya. Siapa yg membesarkanku memang?! 

Saat jauh aku rindu dan ingat salah-salahku pada keduanya. Aku merencanakan ini itu untuk dapat dekat dengan mereka. Sesampainya di rumah, rencana-rencana itu hilang entah kemana. Kenapa jiwaku mewarisi kebencian pada orang-orang yg mencintaiku?! Aku kembali lagi pada mode awal. Sampai waktunya aku kembali harus berangkat dan pergi dari rumah. Aku kembali menyesali diriku. Bodohnya! Itulah diriku. Diriku yg baik terbiasa datang terlambat. Di sisa waktu. Itu pun tidak tahan lama. Baru kali ini aku berani menuliskannya.

Beberapa prinsip yg kuingat dan semoga selalu kupegang adalah keburukan apapun yg kulakukan, tidak boleh mengahalangiku niat dan rencana kebaikanku. Aku akan terus berbuat baik sampai keburukanku habis.
Satu hal lagi. Aku berpikir harus menyempurnakan diri sebaik-baiknya sebelum aku bersama seorang wanita. Hal itu sangat mengganguku. Aku tidak tau apakah itu baik atau tidak. Tapi kenyataannya, aku semakin tidak baik. Aku memutuskan "segera, jangan muluk-muluk, dan perbaikilah diri bersama-sama dengannya." Aku takut jika menunggu terlalu lama, apalagi jika tekadku masih seperti ini. Kupikir memperbaiki diri akan lebih mudah dan ringan saat bersama-sama dengan teman sehidup :) 

Oleh karena itu, aku sangat meminta tolong kepada Allah, dalam perjalanan ini, semoga Allah menguatkan tekadku untuk kembali kepada islam yg sebenernya, dan menjaga diriku dari kejahatan makhluk-Nya terutama kejahatan diriku. Setidaknya, dan semoga lebih baik, aku bisa bertahan dalam satu semester. BISA!!! Menjaga tekad bukanlah hal yg mudah. Lingkungan mudah sekali membuatku terombang-ambing. Dengan beban, tekanan, serta kondisi yg ekstrim di perjalananku ini, semoga tekad kehidupanku bisa melampauinya!!!

Harapanku hanya satu, pulang "hidup-hidup"!

Matarmaja, 1 20A, PSE-ML
Matahari terbit di Mahameru dan janji-janji yang terucap di dalamnya kala itu

Comments

Popular Posts