Timur#10 - Mentari Timur




Masa depan masing-masing orang, tergantung bagaimana dia menentukan pilihannya. Rasanya pernyataan itu hanya untuk sebagian orang saja. Bagi mereka yang tak tergantung pada siapapun atau pada mereka yang tidak dipedulikan siapapun. Pun kalau pilihan itu adalah pilihan yang baik bagi dirinya. Ada sebagian yang masih berpikir keras untuk menentukan pilihannya. Namun, sebagian lain yang sudah mantap menentukan pilihannya harus berhadapan dengan orang-orang tertentu yang tak setuju dengan pilihannya. Orang yang sangat mencintainya, orangtuanya. Kuliah yang sudah lumrah kita dengar dan tidak asing diperoleh informasinya, menjadi barang langka di sini. Namanya juga orangtua, siapa yang tak cemas ketika anaknya akan pergi jauh dan tidak sebentar. Apalagi telah banyak cerita kalau anak-anak yang merantau ke luar daerah, ke Pulau Jawa misalnya, mereka tidak akan kembali lagi. Entah apa yang dilakukan di sana, tak ada kabar. Hal itulah yang paling membuat khawatir dan takut para orangtua kalau anak mereka terpikir untuk merantau ke luar daerah meskipun untuk alasan kuliah sekalipun. Bagi mereka yang orangtuanya mendukung anaknya berkuliah akan sangat beruntung. Beda cerita kalau orangtuanya tak mengizinkan dengan alasan-alasan tadi. Pembicaraan anak untuk meyakinkan orangtuanya pasti tidaklah mudah. 

Sejauh-jauhnya mereka kuliah, kampus yang paling akrab dengan mereka adalah Universitas Nusa Cendana, di Kupang, Ibukota Provinsi Nusa Tenggara Timur. Kuliah di Pulau Jawa seperti mustahil, berani berpikir untuk kuliah di sana pun membutuhkan nyali dan sangat patut diapresiasi.  Kuliah di Jawa ya hanya untuk orang-orang Jawa saja, mereka tak akan mampu kuliah di Jawa, tempat mereka kuliah ya mentok-mentok di Kupang sana, pikir mereka.

Permasalahannya menjadi lebih kompleks. Internet di jaman sekarang ini menjadi sumber informasi yang sangat lengkap. Hampir semuanya bisa didapat di dalamnya. Di kota-kota besar, siapaun bisa dengan mudah mendapatkannya. Tapi di sebagian tempat yang lain tidaklah semudah itu. Di sebagian tempat di sini, di bagian dalam Flores Timur, paling sulit didapatkan akses internetnya. Kami ingat sekali, tengah malam pukul 00.00 WIT, pengisian rencana studi semester baru di mulai, kami harus keluar rumah untuk mendapatkan sinyal, demi memperebutkan mata kuliah pilihan dengan teman-teman di Bandung. Di tempat lainnya, internet tidak sesulit itu, khusus untuk telkomsel. Hampir semua bisa saja mendapat akses internet.

Tapi, mungkin tak seberuntung kita yang handphone bisa dibilang adalah kebutuhan primer. Tak pegang handphone barang sehari saja, rasanya seperti tak makan sehari bahkan lebih menyedihkan. Tak mungkin anak SMA tak pegang handphone. Temanku, Johan, anak kelas 3 di SMAN Kelubagolit, adalah anak dari seorang pensiunan guru. Baik sekali dia mengantarku dari sekolahnya ke SMAN 1 Adonara Timur dengan motornya menempuh perjalanan kurang lebih 40 menit. Rasanya, aku harus meminta kontaknya. Kalau-kalau aku bisa membantu atau dia punya suatu pertanyaan yang bisa kubantu suatu saat. Johan bilang, ia tidak pakai handphone. Handphonenya berdua dengan ibunya. Ia pun tak ingat nomor teleponnya. Ia hanya bermain handphone sesekali. 

Kami memulai kegiatan roadshow pada tanggal 6 Januari 2020, tepat saat sekolah memulai kegiatan di semester genapnya. Mereka sangat takjub dengan kehadiran kami yang jauh-jauh dari Bandung hanya untuk bertemu dengan mereka. Menebarkan semangat dan informasi tentang perguruan tinggi atau apapun tentang dunia perkuliahan yang mungkin banyak dari mereka belum sempat tau kalau ada opsi lain setelah lulus nanti yang namanya kuliah, selain langsung kerja, menjadi nelayan, bertani atau menikah langsung. Salah satu yang kami jelaskan juga terkait jalur masuk perguruan tinggi, SNMPTN, yang pendaftarannya ditutup tanggal 7 Januari 2020. Ternyata, masih banyak yang belum tau apa itu SNMPTN, kok tiba-tiba besok hari pendaftarannya udah ditutup. Seterbatas itu informasi tentang perguruan tinggi di sini. 

Padahal, yang kusaksikan langsung, mereka adalah anak-anak yang cerdas. Dari cara mereka bersikap kepada orang lain, saat berpendapat, dan menyampaikan ide. Terlihat jelas potensi kecerdasan anak-anak di sini. Aku sangat yakin, mereka bukanlah anak yang bodoh atau lebih bodoh dari orang-orang di Jawa. Mereka cerdas, bahkan lebih cerdas. Hanya saja ketimpangan fasilitas yang kita dan mereka dapatkan memang amat terasa. Dunia barat dan timur Indonesia. Tapi jangan berkecil hati, keberhasilan kalian suatu saat nanti akan sangat manis rasanya. Perih, sakit, luka, dan seluruh perjuangan mereka menghancurkan keterbatasan di sekitarnya akan membentuk diri mereka yang amat sangat tangguh.

Kami tidak lebih pintar dari kalian. Kami tidak lebih hebat dari kalian. Hanya saja, kami lebih dulu belajar sehingga lebih dulu tau. Kami lebih beruntung sehingga kami bisa menikmati pendidikan tinggi yang mungkin saat ini kalian idam-idamkan bisa duduk bersama kami di sini. Kami pun masih belajar dan hanya bisa sedikit berbagi semangat dan informasi yang seharusnya kita dan seluruh anak bangsa berhak untuk mendapatkannya, pendidikan.

Kuharap aku, kamu, kita semua sadar dan sedikit peduli. Setidaknya sadar dan peduli dengan diri sendiri. Betapa banyak nikmat yang diberikan Tuhan sejauh ini hingga aku bisa menulis dan kamu bisa membaca tulisan ini. Mencoba sedikit lebih peduli pada diri sendiri dengan terus memperbaikinya. Semoga dengan itu, aku dan kamu bisa berterimakasih pada Tuhan atas karunianya. Dan juga berterimakasih pada para pendiri bangsa yang sudah mengorbankan jiwa dan raganya demi anak cucunya yang hidup nyaman di setiap daerah nusantara. Berbuat baik di kampung halaman setelah sekian lama mengenyam pendidikan. Tanpa pamrih, sebagai wujud bakti dan rasa syukur. Sebab akhir kehidupan adalah keniscayaan. Sampai jasadmu kembali ke kampung halaman, "tanah" kelahiran. Hingga anakmu kelak dengan bangga meneritakan kisah-kisah perjuangan orangtua mereka di depan anak-anaknya. Mereka pun berkata, "Aku juga ingin seperti kakek!"

Terimakasih banyak teman-temanku di Flores Timur, Adonara, Lembata, Alor. Meskipun pertemuan kita sangat singkat, kalian telah mengajarkan sesuatu yang tidak bisa kudapatkan di kelas.



Mentari Timur
Seperti yang kita tau, seluruh makhluk hidup membutuhkan sinar matahari,
Mentari pagi datang untuk menghangatkan bumi,

Sinar mentari hadir untuk menyinari setiap sudut kegelapan desa.
Di hadapanku, ada mentari-mentari harapan bangsa,
Cahanya sudah mulai menyinari pelosok-pelosok negeri,
Sinarnya akan mulai menghidupkan sekitarnya
Namun, mentari itu masih malu-malu dan bersembunyi di balik nyamannya keseharian, Mengumpulkan semangat, niat, dan keberanian untuk berkolaborasi dengan langit biru,
Mentari itu cepat atau lambat akan terbit di sini,
Mentari timur. Kalianlah, mentari yang akan menyalakan dan menghidupi masa depan Indonesia nanti!

 Rasanya sebagian jiwaku ada yang tertinggal di sana...




Comments

Popular Posts